cursor

Senin, 02 Februari 2015

Hujan Di February ;)


Apa yang dirasa ketika (akan) turun hujan?

Bahagia kah karena hujan dapat membawa segala kenangan yang tersirat. Atau justru sedih kah karena hujanlah yang menghalangi ketika akan berjumpa dengan kakasih hati.

Tidak.
Aku menyukai hujan, namun aku juga membencinya.

Ketika menunggu hal yang mustahil untuk didapatkan. Bukan. Aku tak yakin kata-kata tersebut memanglah benar. Yang aku tahu, semua menjadi mungkin jika ada usaha didalamnya.

Menunggu. Lagi. Satu setengah tahun yang melelahkan. Berteman senyum dibalik kegelapan air mata. Lol. Lucu sekali ketika aku hanya dapat memandangnya dari jarak dekat, namun tak ada satupun bisikan jiwa hadir didalam hatinya. Tak ada, bahkan benih yang kutanam saat ini mungkin sudah habis dilahap oleh kuman-kuman didalam tanah.

Ah, sekarang aku sudah duduk di kelas dua. Masa putih abu-abuku benar-benar suram, sudah sepatutnya diberi nama “masa putih abu-abu”. Mengertilah apa yang kaum remaja bicarakan tentang hal ini. Relationship yang membuat otak menjadi seperti abu, maksudku, bercampur antara penentuan karir hidup juga dengan percintaan.

Cinta? Hahah. Faktanya, aku baru satu kali jatuh cinta pada seseorang, yang membuatku tak dapat berkutik. Bisa-bisanya aku bertahan demi manusia tersebut. Dengan menahan segala lara, butir air mata yang kuharap tak akan keluar selamanya untuk dia. Bisa-bisanya aku jatuh cinta, dan bisa-bisanya aku tetap disini, menunggu dia tahu, walau sebenarnya dia sudah mengetahuinya.

Hufth. Lelah rasanya jika berbicara mengenai percintaan. Seakan tak pernah tergores oleh waktu. Tak akan hilang selama manusia masih menjajaki alam raya ini. Satu per satu cerita tercipta. Akan dikenang jika ada yang membuatnya spesial, namun akan terlupa jika jejaknya hilang seperti nada.
Salah, semua kisah memiliki hal spesialnya, ya, semua yang tertulis di dalam buku keajaiban cinta.

Kembali lagi pada Sang Hujan yang menggerakan tangan ini untuk menulis kisahnya. Bukan, aku tahu ini kertas elektronik, maka tak selayaknya aku katakan 'menulis'. Sudahlah, masalah seperti itu jangan diperdebatkan, takutnya sang Hujan yang tadinya segan menjadi enggan membasuh telapak bumi yang indah ini.

Kalian tahu? Keindahannya tak akan pernah aku lupa. Setiap kali derajat sudut yang dilukiskannya, memancarkan gelombang tersendiri. Haha. Bagaikan dispersi, dia yang hanya satu, dan memberikan banyak warna disetiap nafas yang aku hembuskan.

Sepertinya aku terpikat. Oh, bukan lagi. Aku sudah terikat.

Dinginnya malam menambah sahdu karna ketidakhadirannya. Punggung pintu selalu menanti ketukannya. Demi apa, aku benar-benar menunggunya.

Jangan beritakan hal ini pada sang merpati, aku takut cintaku mulai diketahuinya. Jangan juga dibawa oleh aliran air, yang berujung pada samudera nan luas. Jangan, pokoknya jangan, aku akan tetap disini dan tidak ada satupun hal yang harus mencampuri sinar yang aku jalani.

Jika, aku adalah nol baginya, aku ingin sekali menjadi tak terhingga. Jika, melupakannya adalah jalan terbaik, aku ingin sekali menjadi tanah yang selalu dipijaknya. Namun jika, dia datang untuk selamanya, ketahuilah, Tuhan selalu mengetahui apa yang aku fikirkan.

Hujan, 
Dingin namun banyak kenangan hangat di dalamnya. Kuharap semua itu bukanlah kebahagiaan sementara. Jika apabila hujan itu berakhir dengan pelangi, para bidadari tengah menjunjung tinggi kesucian hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar