Sudah dua tahun lamanya. Jemuran baju yang gagah itu kini mulai
rapuh. Beban demi beban digantungkan kepadanya. Tak pernah
berkomentar tentang bagaimana ia diperlakukan, ia tetap terima. Bisa
apa dia dengan segala tindakan, karena ia hanyalah sebuah benda mati
yang tak jarang orang memperhatikan jasa-jasanya.
Masih teringat tentang bagaimana sang pemilik berusaha untuk
mendapatkannya. Ketika itu, sang pemilik dan bundanya pergi ke sebuah
toko peralatan rumah tangga. Mereka berlari-lari, mencari kesana dan
kemari untuk mendapatkan sebuah benda yang cukup bagus kualitasnya.
Hingga pada akhirnya, mereka menemukan barang yang dicari.
Sang pemilik merogoh lembaran dalam dompetnya. Tatkala saat itu,
uang yang ada digenggamannya dan yang ada ditangan ibunya tak
mencukupi untuk membeli jemuran baju yang telah dipilihnya. Alhasil,
mereka beralih pada sebuah jemuran baju yang lain, yang tentunya
memiliki harga lebih murah. Rasa kecewa memang ada, namun secepat
kilat perasaan itu menghilang dan berubah menjadi rasa penuh syukur.
Sang pemilik dan bundanya bergegas untuk pulang, mereka melangkah
menaiki sebuah angkutan umum sembari menenteng jemuran baju
tersebut.
Bundanya berkata, “Tak apa ya nak, yang penting kamu masih dapat
memilikinya. Bunda hanya tak ingin, jika di asrama mu nanti, kau
harus naik turun anak tangga hanya untuk menjemur pakaian-pakaianmu.
Bukannya bunda memanjakanmu, namun bunda tahu, kaki patahmu yang baru
beberapa bulan ini tersambung belum cukup kuat untuk menaiki anak
tangga sembari membawa ember berisi pakaian basah. Bunda hanya ingin
kau tahu, bahwa bunda sayang padamu”.
Ah, miris sekali jika mengingat kejadian tersebut. Sang pemilik
hanya dapat tersenyum haru, juga selalu bersyukur karena memiliki
seorang bunda yang rela berjuang seperti itu.
Beberapa hari setelahnya, di dalam sebuah kamar asrama, sang pemilik
dan bundanya bekerja sama untuk merakit jemuran baju yang telah
mereka beli. Jika boleh dikatakan, cukup sulit untuk merangkainya.
Butuh kesabaran dan ketelatenan agar jemuran tersebut tak goyang dan
tak jatuh jika diisi oleh beberapa helai pakaian. Sampai pada
akhirnya, mereka berdua berhasil, dan meletakkan jemuran baju itu di
sebuah sudut kamar dengan penuh kebanggaan.
Kini, kenangan tersebut telah berlalu. Sang pemilik kedatangan
seorang teman kamar baru, yang mengharuskan dirinya untuk berbagi
jemuran baju itu. Dengan senang hati sang pemilik membaginya, ia
mendapatkan tangkai yang didepan, dan kawannya mendapatkan tangkai
yang dibelakang.
Namun, betapa sakitnya hati sang pemilik. Jemuran baju yang penuh
kisah itu, tak dimanfaatkannya dengan baik. Ia melihat teman kamarnya
tak mengindahkan apa yang telah diberitahukan oleh sang pemilik. Baju
yang digantung tak dirapihkan, bahkan ditumpuk hingga beberapa helai
sehingga membuat jemuran yang lemah itu menjadi bobrok, hancur, dan
terjatuh. Miris sekali rasanya. Mengenang perjuangan ketika bagaimana
mendapatkan jemuran baju itu sembari melihat keadaannya saat ini.
Sang pemilik berusaha untuk membenahinya. Mengembalikan posisi
tangkai ke tempat semula sehingga terlihat manis kembali.
Tangerang,
31 Maret 2016
Assyifa Ekananda Firdaus
*Image from google pict.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar