Seorang anak bernama Cinta, yang masa
kecilnya penuh dengan kebahagiaan. Kasih sayang yang diberikan oleh
orang tuanya lebih dari cukup. Senyuman hangat pagi hari disertai
kecupan dari sang Ayah, membuatnya semakin bararti dan 'ada'. Langkah
awal yang ceria, mengiringi semangat belajarnya demi masa depan.
Lambat laun, Cinta tumbuh menjadi gadis
remaja, yang tidak seperti anak-anak kebanyakan. Kehidupannya pilu,
apalagi setelah ia mulai bersekolah di luar kota, jauh dari orang tua
dan keluarga yang menyayanginya. Entah mengapa ada saja cobaan yang
menerpa. Tubuhnya melemah, tak seperti Cinta saat ia kecil.
Seorang gadis yang menginginkan
kedamaian, mendapat keajaiban bahwa 'sesungguhnya dunia memang tidak
adil'. Tampangnya yang stay cool, seakan tak ada masalah apapun,
namun sesunggunya terdapat rasa sakit lahiriyah dan batiniyah di
dalam dirinya. Senyuman dapat dilontarkan kapanpun dan kepada
siapapun, tanpa terkecuali kepada orang-orang yang hobi sekali
menyakitinya.
Rasa sakit yang saling menyambung,
bahkan menjadi tumpukan pedih yang disimbolkan oleh air mata.
Awalnya ia dikhianati oleh sahabatnya
sendiri. Cinta memposisikan dirinya sebagai 'orang yang bersalah',
karena memang tak ada yang mau mengalah.
Setelah kejadian pahit itu mulai pergi,
Cinta di berkahi dengan penyakit rangka tubuh yang membuatnya tak
dapat berdiri. Rasa sakit itu menguatkan dirinya, menjadi Cinta yang
lebih dewasa dan ikhlas atas sebuah kesakitan.
Belum berakhir, sisa penyakit itu
sepertinya masih belum bosan berada di tubuh Cinta, terlebih ketika
mengetahui bahwa imunitas tubuh Cinta lebih rendah ketimbang
anak-anak lainnya.
Kehidupan harus tetap berjalan. Suatu
kejadian menyayat hati, seseorang yang pernah dekat dengan Cinta
ketika ia masih 'baik-baik saja', kini telah berlabuh di suatu pulau
hati seseorang. Bukan berarti Cinta tak bahagia, namun ia sesak
ketika seseorang itu kini enggan berbicara kepadanya, karena rasa
sayang terhadap pelabuhannya. Cinta tak ada maksud mengusik atau
lainnya, ia hanya ingin memiliki teman seperti sediakala, sebelum
penyakit itu mulai merasuki badan dan jiwanya.
Tangisan tak henti-hentinya, membuat
Cinta yang sedang rapuh di hantam oleh batu besar hingga hancur
seketika. Rasa sakit itu datang lagi, ketika ia mencoba merangkak
dengan satu kepingan hatinya. Mencari seorang teman yang mungkin rela
menampung air matanya. Namun lagi, teman itu hanya membuat kesakitan
Cinta semakin menjadi. Teman itu yang menciptakan selipan kata di
pikiran Cinta bahwa ' aku tak membutuhkan teman!'.
Nafas Cinta masih tersisa, Tuhan masih
mengizinkan Cinta merasakan rasa sakit. Cinta mendapati sebuah
kebahagiaan sementara, senyuman ikhlas yang membuat cahayanya kembali
terang. Seorang bidadara hati yang akhirnya menjadi rantai pengikat
hati. Semua keterkaitan antar perasaan dan teman, yang membuat Cinta
memposisikan dirinya lagi di tempat 'aku yang bersalah'.
Saat ini Cinta sedang menikmati semua
kesakitan itu, yang mungkin saja masih ada rasa sakit lainnya yang
segera menghampiri. Senyum dan tangis dapat menjadi satu. Menjadi dua
pribadi yang berkebalikan, yang harus terbiasa oleh rasa sakit.
“ Cinta hanya mencari perhatian
orang, dengan semua kisah dan penyakitnya “.
Terimakasih atas semuanya, yang membuat
Cinta mengalami depresi teramat dalam. Atas segala rasa sakit. Atas
semua kisah.
- Cinta yang indah, yang kuat akan
semua rasa sakit.
Tangerang,
04 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar